Jakarta – Ketua Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sudin menyebut karut marut yang terjadi di industri perunggasan dalam negeri akibat ulah Kementerian Pertanian (Kementan).
“Jadi karut marutnya ini.. Aahh, selaku Ketua Komisi IV DPR RI dan saya pribadi, ini dimulai dari Dirjen PKH (Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan) sendiri. Saya tidak akan mencabut kata-kata saya ini,” kata Sudin dalam RDPU Komisi IV DPR RI bersama Asosiasi Perunggasan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/9/2023).
Sudin mengatakan, permasalahan pada industri perunggasan yang berulang ini dapat diartikan Dirjen PKH serta Kementerian Pertanian (Kementan) tidak serius dalam upaya menyelesaikan permasalahan di industri perunggasan.
“Solusi atau kebijakan yang dilakukan tidak menyelesaikan akar permasalahannya,” ujar Sudin.
Komisi IV DPR RI menilai belum ada perencanaan kalkulasi yang matang dari hulu hingga hilir di industri perunggasan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pasokan di dalam negeri menjadi kelebihan maupun menjadi pasokan yang berkurang.
Sudin mengatakan, pihaknya sudah seringkali mengingatkan Kementan untuk menghitung ulang berapa banyak kebutuhan, baik itu bibit ayam (DOC) maupun pakan ternaknya.
“Karena waktu Raker terakhir kemarin, konon katanya, ‘kita surplus jagung 8 juta ton’, tetapi kalau surplus 8 juta ton (seharusnya) berarti jagungnya ada,” kata Sudin.
“Kedua, kalau terus menerus disubstitusi oleh gandum nanti kebablasan. Apa yang saya maksud kebablasan? Kalau sekarang mungkin subtitusinya 20-30% pakai gandum. Nanti kalau kebablasan bisa kebalik, jadi 70% pakai gandum. Nah nanti yang akan mati siapa? petani jagungnya. Kita lihat di Indonesia tidak ada perkebunan besar jagung, tidak ada. rata rata itu milik rakyat, bukan perkebunan jagung,” lanjutnya.
Sudin menyayangkan selama ini Dirjen PKH beserta Kementan tidak pernah mendengarkan apa yang disarankannya. Dia mengaku sudah seringkali mengingatkan hingga berbicara keras kepada Kementan, namun Kementan hingga saat ini masih hanya asal bicara, tidak berdasarkan data yang konkrit.
“Yang saya sayangkan ini Dirjen PKH tidak pernah mendengarkan saya ngomong. Berkata keras sudah, ngomong apapun sudah saya lakukan. Karena secara riil mereka tidak punya data yang konkrit, hanya asal ngomong tok ‘ini begini..ini begini’,” katanya.
“Kalau ditanya data seorang pejabat harus tanya di belakangnya, eselon 2, kalau gak ada ke eselon 3. Padahal saya selalu sampaikan kalau menjadi pejabat itu paling tidak harus mengetahui data,” imbuh Sudin.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat. Dia menyebut tata kelola perunggasan buruk sekali, dan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Untuk itu ia menilai tata kelola perunggasan harus dikaji dari hulu hingga hilir.
“Di raker bersama pemerintah, Pak Sudin itu berkali-kali bicara sangat keras, tapi rupanya banyak Dirjen yang ndablek poll. Artinya, misalkan data saja mereka nggak punya, data produksi jagung misalnya mereka mengatakan surplus tapi di pasar nggak ada, dan harga naik. Ini kan kacau,” kata Djarot.
Djarot memberi contoh lain, “Katanya beras itu surplus, kita lihat di gudang Bulog semuanya impor. Tidak ada yang dari petani,” katanya.
Artinya, kata Djarot, persoalan data yang paling dasar saja Kementerian Pertanian sudah gagal dan mereka bebal.
“Ini perlu dipertimbangkan, sehingga begitu kita mendapatkan masukan dan data-data yang konkrit, minimal kita bisa kasih solusi kebijakan yang berpihak kepada peternak-peternak kecil. Bagaimanapun pemerintah harus berpihak kepada peternak kecil bukan integrator yang gede-gede itu,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni setuju dengan apa yang disampaikan oleh Sudin dan Komisi IV DPR RI. Dia mengatakan para peternak mandiri saat ini semakin tergencet oleh adanya integrator yang ngawur.
“Kenapa ngawur? Karena pemerintah sendiri dari Kementerian Pertanian Dirjen PKH seperti yang sudah disampaikan oleh Pak Sudin mereka tidak punya data, datanya ngawur. Ini berkali-kali, kita demo juga sudah berkali-kali,” kata Pardjuni.
Pardjuni mengatakan, lima tahun terakhir ini para peternak mandiri sudah banyak yang berguguran, tetapi integrator terus bertumbuhan. Artinya, pemerintah tidak pro kepada rakyat, tetapi pro kepada integrator.
“5 tahun terakhir ini saja yang tumbuh tidak ada, tapi yang mati banyak. Integrator selalu tumbuh, itu sudah jelas fakta. Artinya pemerintah ini tidak pro kepada rakyat tetapi pro kepada integrator,” ujarnya.
Hal itu juga yang menjadi alasan peternak ayam terus melakukan demo, yang mana tuntutannya pihak peternak ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, beserta Dirjen PKH Nasrullah. Hal itu katanya sudah sering disampaikan oleh para peternak ayam.
“Kita demo itu tuntutannya, kita mau Presiden Jokowi pecat Menteri Pertanian, pecat Dirjen PKH, selesai. Itu sudah sering kita sampaikan, bahkan saya sering sampaikan kegoblokan mereka itu tidak pernah berubah,” kata Pardjuni.
“Coba bapak pikir ya, ayam broiler itu umurnya cuman 35 hari, tapi untuk menyelesaikan ini sampai dengan 5 tahun lebih, itu kan kalau bukan karena orang goblok ya nggak mungkin. 35 hari itu kita tunggu bulan depan itu selesai, ini simple sekali, 35 hari tidak sampai tahunan. Kenapa kok ini kita sampai bertahun-tahun? Ya karena itu tadi, mereka tidak menguasai data dengan baik,” imbuhnya.
Untuk itu, Pardjuni memohon kepada Komisi IV DPR RI untuk memanggil Menteri Pertanian beserta Dirjen PKH, dan ditanyakan apakah mereka bisa selesaikan permasalahan terkait ayam broiler itu 1-2 bulan.
“Karena umurnya cuman 35 hari, kalau nggak bisa ganti Pak, selesai. Pak Jokowi suruh ganti itu menterinya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pardjuni mengatakan pihaknya juga pernah bertemu dengan Mentan SYL, “Dia bilang ‘kita pro rakyat’, pro apanya pak?. Bener Pak itu saya ketemu sendiri di Malang waktu itu mengobrol dengan teman-teman. Kata SYL ‘Oh kita di belakang rakyat, peternak rakyat kecil’, Prettt. Sampai hari ini loh pak,” tandasnya.