Jakarta – Ari Junaedi membeberkan teknik berdebat dan menjadi narasumber dalam acara pelatihan influencer pengurus partai tingkat DPD dan DPC seluruh Indonesia di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Jalan Raya Lenteng Agung No.99 Jakarta Selatan, Jum’at, (17/3/2023).
Ari mengatakan, dalam perdebatan bebas, seorang pendebat yang ulung tidak membiarkan lawan debat mengutarakan semua dalil-dalil yang berkaitan.
Ia menjelaskan, bahwa berdebat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, secara perorangan ataupun kelompok dalam mendiskusikan suatu topik.
“Jangan biarkan lawan menguasai perdebatan dengan membiarkannya mengutarakan seluruh dalil-dalil yang memungkinkan atau berkaitan. Potonglah pada saat kalimat lawan debat pada tekanan tanda koma atau titik dengan cepat tetapi sopan,” kata Ari.
Secara mendetail ia menjelaskan, seseorang dapat memenangkan perdebatan dengam cara indah dengan menghindari perkataan yang meragukan.
“Katakan argumentasi dengan fakta dan data, serta hindari kata meragukan seperti kayaknya, mungkin atau sepertinya. Lalu kendalikan emosi dengan tenang agar tidak kehilangan kendali dan konsentrasi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, bahwa pendebat yang hebat selain menyampaikan fakta dan data, harus menggunakan logika akal sehat manusia, bagaimana sesuatu sebab itu terjadi mengakibatkan sebuah akibat.
“Tidak menyerang pribadi, tetapi tetap fokus pada pada titik point argumentasi sang lawan. Jangan terlihat gugup meskipun dalam keadaan terpojok, dan balikkan sebuah pertanyaan mendasar atas argumentasi sang lawan. Ini disebut dengan metoda sokratik. Dan buat dan tinggalkanlah sebuah kesan di setiap akhir perdebatan,” tandasnya.
Dalam perdebatan Ari mengatakan untuk menyimak dan telaah jawaban lawan debat secara seksama agar dapat menemukan titik point argumentasi lawan.
Seorang pendebat jangan menjawab dengan kalimat yang sama dari lawan debat, meskipun jawaban lawan debat mengandung kebenaran.
“Cari jawaban yang kreatif. Misalnya 2+2 = 4, dengan argumentasi yang kreatif kita memberi pandangan 1+3 = 4,” tukasnya.
Selain menjelaskan mengenai perdebatan, ia juga mengupas soal menjadi narasumber. Narasumber menurutnya, adalah seseorang yang memberikan atau mengetahui tentang suatu informasi, baik mewakili pribadi maupun lembaga untuk kepentingan pemberitaan media massa.
Seseorang dalam menjadi narasumber karena Jabatan, Keilmuan/Keahlian, Pengalaman, dan Penugasan.
“Untuk menghadapi pertanyaan yang interogatif, provokatif, atau memojokkan, tarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan emosi sambil memikirkan jawaban yang kreatif, atau menciptakan ice breaking dengan kata-kata bijak, perumpaan, joke singkat, atau ungkapan-ungkapan ringanuntuk mengendurkan atmosfir,” ujarnya.
Ia mengingatkan, bahwa jangan menghindar dari kejaran wartawan, lalu jangan pernah hanya menjawab “ya” dan “tidak”.
Melainkan harus tetap tenang dan jaga emosi setajam apapun pertanyaan.
“Dari sekian pertanyaan, jawablah pertanyaan yang sesuai dengan agenda dan visi partai. Jawablah setiap pertanyan secara runut dan sistematis,” tandasnya.
Dalam perdebatan ataupun saat menjadi narasumber, ia mengingatkan untuk selalu menanyakan topik apa yang akan ditanyakan ataupun diperdebatkan.
“Tanyakan topik/tema wawancara atau debat yang akan diperdebatkan. Dapat ditanyakan pointers pertanyaan. Siapkan data dan literatur seputar topik yang diperbincangkan. Kenali karakter, pandangan dan media si pewawancara,” tukasnya.
Ia mengingatkan untuk datang lebih awal dari jadwal wawancara untuk mendiskusikan angle dan format wawancara atau debat.
“Jawablah setiap pertanyaan secara argumentatif, singkat, padat dan jelas. Gunakan kosa kata dan kalimat yang sederhana,” ujarnya.
Terakhir ia berpesan untuk selalu evaluasi dan follow up atas perdebatan atau saat telah selesai menjadi narasumber.
“Evaluasilah setiap penampilan Anda, baik penampilan fisik, isi berita, dan perdebatan.
Terus follow up setiap masalah yang menjadi objek berita atau perdebatan yang melibatkan Anda hingga menemukan solusi atau keputusan yang final,” tutupnya. (*)