Bisa Ditiru, Ini Lima Kebiasaan Masa Muda Bung Karno

Written By :

Category :

Berita, Daerah, Internal, Nasional

Posted On :

Share This :

MAPS :

Bandar Lampung – Soekarno adalah presiden pertama Indonesia yang dikenal cerdas, tegas, dan disegani oleh bangsa luar, termasuk para penjajah saat itu. Tapi sebelum memiliki sikap itu, bagaimanakah kebiasaan masa muda Bung Karno?
Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Masa kecil Sukarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.

Sebab, semasa sekolah dasar hingga tamat, Soekarno indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto), seorang guru bangsa yang kelak banyak mempengaruhi banyak tokoh besar Indonesia.

Lantas bagaimana dengan kebiasaan masa muda Bung Karno? Berikut ulasannya dikutip dari laman resmi Kemdikbud.

Lima kebiasaan Soekarno Muda yang Patut Ditiru:

1. Suka Membaca Buku
Sejak masih muda, Soekarno sudah memiliki kegemaran membaca buku. Hal inilah yang membuat ia tumbuh menjadi pemuda yang berwawasan luas dan berani bertindak.

Kesadaran membaca buku ini diperoleh dari Ayahnya yang berprofesi sebagai guru dan sekaligus menyukai buku.

Saat sekolah di HBS (Hogere Burger School) Surabaya, Soekarno bahkan rutin ke perpustakaan sekolah, karena mempunyai kedekatannya dengan guru-guru HBS.

Soekarno juga semakin leluasa membaca banyak buku biografi tokoh negara dan dunia ketika berada di rumah Tjokroaminoto. Berbagai gagasan brilian yang dicetuskan oleh Soekarno juga tidak lain merupakan hasil pengetahuannya dari berbagai studi literatur.

2. Berguru kepada Tokoh Hebat
Tidak hanya membaca buku, Soekarno juga berguru dengan H.O.S Tjokroaminoto saat dirinya mulai indekos di sana. Pertemuan dengan Tjokroaminoto ini yang juga menjadi gerbang perkenalan dirinya dengan dunia politik.

Setelah itu, Soekarno muda pun kenal dengan sejumlah tokoh senior pergerakan.

Selain berguru ke Tjokroaminoto, Soekarno juga berguru kepada Raden Mas Panji (RMP) Sosrokartono, kakak RA Kartini yang dikenal jenius dan menguasai 36 bahasa asing.

Ia juga banyak belajar tentang politik Eropa dari Sosrokartono. Hal itu mengingat tingginya jam terbang Sosrokartono sebagai mantan wartawan Perang Dunia I.

3. Aktif Berorganisasi
Jauh sebelum menjadi presiden pertama RI, nama Soekarno sudah mulai dikenal ketika menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915.

Kemudian pada tahun 1926, ia mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung. Organisasi ini merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI).

Setelah kembali dari pengasingan pada awal masa penjajahan Jepang, Soekarno langsung aktif dalam usaha perjuangan dan persiapan kemerdekaan Indonesia.

Soekarno aktif dalam organisasi-organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat, BPUPKI dan PPKI. Selain itu ia juga merumuskan Pancasila, UUD 1945 serta naskah proklamasi Kemerdekaan.

4. Sangat Kritis dan Berani
Pada usia 26 tahun, Sukarno merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI, tepatnya pada 4 Juli 1927. Tujuan berdirinya partai ini adalah untuk menuju Indonesia merdeka.

Pergerakan Soekarno yang berani ini, membuat kompeni tidak senang. Akibatnya Belanda menjebloskan Soekarno ke penjara Sukamiskin yang berada di di Bandung pada 29 Desember 1929.

Delapan bulan mendekam di jeruji besi, ia pun baru disidangkan. Dalam pidato pembelaannya yang berjudul “Indonesia Menggugat”, beliau menggambarkan kondisi politik internasional dan keadaan rakyat Indonesia di bawah belenggu kolonialisme.

Pembelaan Bung Karno itu membuat Belanda semakin marah sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan.

Setelah bebas pada tahun 1931, ia bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1933. Empat tahun kemudian Bung Karno dipindahkan ke Bengkulu.

5. Menulis di Media Massa
Tidak hanya dalam sikap, Soekarno juga menuangkan keberaniannya dalam berpendapat melalui tulisan. Ia aktif menulis di media massa.

Pada 21 Januari 1921, artikel pertamanya terbit di halaman koran Oetoesan Hindia milik Sarekat Islam, setelahnya ia pun rutin menulis menggantikan Tjokroaminoto.