Lampung Barat – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Mukhlis Basri menyebut, faktor yang mempengaruhi turunnya produktifitas Kopi Robusta di Lampung Barat bukan hanya dipengaruhi cuaca ektrem. Namun lebih kepada kurang maksimalnya pengelolaan dan perlakuan terhadap kopi itu sendiri.
Hal tersebut disampaikan mantan Bupati Lampung Barat dua periode tersebut menyikapi, keluhan para petani yang menyebut produktifitas kopi terancam menurun akibat cuaca ekstrem yang terjadi beberapa bulan terakhir.
“Cuaca ekstrem bukan satu-satunya faktor tetapi banyak faktor, cuaca ekstrem itu hanya 20 persen mempengaruhi penurunan produktifitas kopi. yang paling mempengaruhi adalah perlakuan terhadap kebun kopi itu sendiri, karena mayoritas kebun kopi di Lampung Barat adalah warisan turun menurun dari nenek moyang,” kata Mukhlis saat dikonfirmasi. Kamis, (2/02/2023).
Menurutnya, perlu dilakukan peremajaan, selain itu harus menggunakan bibit unggul yang harus tahan dengan segala cuaca di daerah Lampung khususnya Lampung Barat.
“Apakah cuacanya di musim hujan atau di musim kemarau tetap akan berbuah, jadi harus diadakan penelitian oleh para ahli mana yang cocok dikembangkan benihnya di Lampung Barat itu,” ujar Ketua Dewan Kopi Lampung itu.
Beberapa hal yang harus di perhatikan para petani yaitu mulai dari penentuan lahan, bibit, setelah itu perlakuan setelah bibit tersebut di tanam artinya tepat guna, tepat pemupukan nya.
“Kemudian parah ahli juga harus mencari karena kalau dibilang cuaca tadi itu artinya hanya pasrah kepada tuhan karena cuaca itu kan yang buat tuhan tetapi manusia itu kan tidak boleh pasrah,” ungkapnya.
Mukhlis menuturkan, perlu adanya campur tangan semua pihak agar produktifitas kopi di Lampung Barat tetap bagus, serta harus bisa melihat hal-hal yang dapat mempengaruhi produktifitas, misalnya ketika musim hujan jika diperlukan obat untuk mempertahankan buahnya dicarikan obat apa, kemudian harus bisa membaca waktu pemupukan yang tepat.
“Sepertu itulah gunanya ada kelompok tani, ada PPL, ada Dinas ditambah dengan peran dari pada swasta. Maksud saya seperti pengusaha ekspor kopi jangan hanya beli kopi tetapi harus ambil peran juga dong para eksportir bagaimana agar produksi kopi ini bisa ditingkatkan,” tutur Mukhlis.
“Sehingga kita harus teliti, petani kita sekali lagi mereka masih sangat tradisional perlu artinya dilakukan modernisasi, petani-petani kita perlu petani-petani milenial mengapa saya bicara ini karena ada beberapa petani yang sudah memperlakukan dengan baik ternyata hasilnya walaupun menurun tidak terlalu signifikan paling tinggi 20 persen setiap tahunnya,” sambungnya.
Kemudian, ketika ada petani yang produktifitas kopinya menurun sampai 80 persen hingga 90 persen, karena petaninya masih bisa dibilang petani pasrah, petani tradisional. Sehingga, Mukhlis menekankan dalam rangka meningkatkan produktifitas kopi, petani harus melibatkan semua pihak.
“Termasuk juga masalah pupuk, jangan sampai waktu petani butuh pupuk malah pupuk nya tidak ada, jadi banyak yang harus terlibat mulai dari kelompok tani, gapoktan, PPL, Dinas Kabupaten hingga Provinsi termasuk juga Dirjen Perkebunan dalam hal ini Kementerian, termasuk juga yang kata saya tadi pendistribusian pupuk dalam hal ini mungkin PT Pusri,” imbuhnya.
“Termasuk pengusaha harus terlibat juga, bagaimana mereka memenuhi ekspor kopi kalau kopi nya enggak ada karena kita sekarang ini termasuk dewan kopi juga kampanye dimana-mana bagaimana supaya rakyat ini minum kopi, kita lihat di Bandar Lampung juga sudah banyak nya kafe-kafe yang menjamur,” tambahnya.
Mukhlis menegaskan, produktifitas dan kualitas hasil kopi bisa ditingkatkan, Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor kopi dari negara lain seperti Brazil dan Vietnam. Sehingga kesejahteraan para petani bisa lebih ditingkatkan.
“Karena jika satu tahun kita hanya mendapatkan 1 kwintal, sekarang teman-teman kita di Lampung Barat itu banyak sekarang yang bertahan tiga ton setahun. ini lah yang kata saya perlu di pelajari kenapa mereka bisa tiga ton itu,” terangnya.
Mukhlis mengakui, dalam tiga tahun terakhir memang terjadi penurunan produktifitas kopi yang disebabkan perlakuan terhadap kopi itu sendiri, masih banyak petani yang masih berpasrah terhadap kondisi cuaca dengan tidak melakukan upaya peremajaan terhadap kopi-kopi yang sudah berumur.
“Mupuk hanya beberapa kali tidak di urus dengan bener, nyatanya kawan-kawan yang lain serta pengelolaannya sudah benar sudah bagus. Jadi menurut kacamata saya, memang terjadi penurunan sejak tiga tahun terakhir. Tetapi saya tidak setuju kalau hanya faktor cuaca, tetapi beberapa faktor lain yang lebih mendominasi,” pungkasnya. (*)