Pemerintah Diminta Tegas, Watoni Noerdin : Reklamasi PT. SJIM Merusak Ekosistem Biota Laut

Written By :

Category :

Berita, Daerah, Internal

Posted On :

Share This :

MAPS :

Bandar Lampung – Komisi I DPRD Provinsi Lampung Fraksi PDI Perjuangan, Watoni Noerdin meminta Dinas Kelautan dan Perikanan tegas memberhentikan proyek reklamasi yang dilakukan oleh PT. Sinar Jaya Inti Mulya di pesisir Pantai Karang Jaya, Panjang.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Watoni Noerdin mengatakan pemberhentian itu lantaran perusahaan belum melengkapi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung.

“Yang namanya segala kegiatan usaha harus ada izin. Kita ini negara hukum dan harus taat hukum, ikuti aturan mainnya. Jadi jangan seolah-olah mereka reklamasi dulu, baru nanti izin menyusul atau kalau tidak diketahui, ini lewat begitu saja. Ini yang tidak boleh dan tidak dibenarkan,” ujarnya Rabu (13/9/2023).

Mengenai perusahaan mengklaim sudah sepenuhnya mendapat izin melalui Kementerian Perhubungan, Watoni menegaskan itu hal yang keliru.

“Kalau dia mengatakan izin ke Kementerian Perhubungan kan aneh, justru yang berkepentingan ini adalah Kementrian Kelautan dan Perikanan karena itu wilayah mereka, ini yang perlu diberikan pencerahan kepada pelaku usaha,” ucapnya.

“Ada namanya izin KKPRL dan ini ada di UU Cipta Kerja yang sekarang. Mereka harus mengacu ke situ. Kalau alasannya tidak tahu, disitulah terjadinya persoalan karena mereka tidak mau bertanya ke dinas terkait,” lanjutnya.

Dirinya mengatakan jika izin tersebut tidak segera dilengkapi, Dinas Kelautan dan Perikanan harus tegas dan memberhentikan sementara proyek reklamasi tersebut.

“Statemen Dinas Kelautan dan Perikanan itu sudah benar. Kalau itu tidak dilakukan, perusahaan berhak mendapat teguran baik lisan dan tertulis maupun sanksi. Dimana sanksi terbesar dihentikan proyek itu dan ditutup,” jelasnya.

Menurutnya, proyek reklamasi juga harus dihentikan karena luas lahan yang akan dijadikan reklamasi bisa merusak ekosistem biota laut.

“Nantinya luas lahan 14,83 hektare artinya itu sudah mempersempit ruang gerak pantai, berarti ada hak orang lain yang terlanggar disana yaitu nelayan. Selain itu, luas segitu pasti menutup open akses bibir pantai dan itu sudah melanggar,” imbuhnya.

“Lalu yang dikhawatirkan limbah cair mereka akan digelontorkan ke laut kita, itu yang berbahaya buat ekosistem alam laut, dilihat dan ditinjau dari sisi lingkungan. Karena kalau namanya mendirikan kilang penampungan CPO pasti ada limbah,” lanjutnya.

Selain itu, dalam proses reklamasi tersebut juga bisa merusak ekosistem biota laut seperti terumbu karang dan habitat flora fauna di dalam laut.

“Reklamasi juga harus dilihat, dia menggelontorkan dalam bentuk tanah, batu-batuan atau apa? Karena itu akan merusak ekosistem biota laut seperti terumbu karang, habibat flora fauna di dalam laut rusak,” ucapnya.

“Untuk menciptakan kembali kondisi ekosistem biota laut ini kan butuh waktu yang lama puluhan tahun baru akan terbentuk, itu tidak mudah. Artinya kan ada ekosistem laut yang mereka rusak, jadi jangan disederhanakan oleh mereka, ini 14,83 hektare,” sambungnya. (*)