Bandar Lampung – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) minta Pemerintah Daerah (Pemda) menindak tegas stockpile batubara ilegal yang marak beroperasi di wilayah Bandar Lampung dan Lampung Selatan (Lamsel). Tindakan tegas yang diberikan bisa berupa penutupan stockpile batubara ilegal, dan pemberian denda kepada pemiliknya.
Ketua DPRD Bandar Lampung Fraksi PDI Perjuangan, Wiyadi merekomendasikan, kepada Pemkot Bandar Lampung memberikan sanksi tegas kepada perusahaan stockpile batubara ilegal berupa penutupan hingga pembayaran denda.
Ketua DPC PDI Perjuangan Bandar Lampung mengatakan, anggota Komisi III DPRD Bandar Lampung sudah pernah menggelar rapat dengar pendapat atau hearing membahas persoalan stockpile batubara ilegal yang marak di Bandar Lampung.
“Kami minta kepada Pemkot Bandar Lampung melalui leading sectornya baik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) maupun Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman harus melihat langsung ke lapangan,” kata Wiyadi, Senin (20/2/2023).
Wiyadi menegaskan, jika stockpile batubara ilegal terus dibiarkan akan berdampak pada kerusakan lingkungan sekitar, dan masyarakat setempat rawan terkena polusi debu batubara.
“Dampak kerusakan lingkungannya yang ditimbulkan dari stockpile batubara ilegal sangat tinggi. Maka kita minta dinas terkait melihat ke lapangan,” katanya.
Wiyada minta kepada DLH harus mengecek perizinan semua stockpile batubara di wilayah Bandar Lampung, apakah sudah sesuai prosedur yang sudah ditetapkan atau tidak.
“Jika memang memiliki izin tapi tata ruangnya tidak benar maka harus dievaluasi,” ujarnya.
Ia menerangkan, saat diketahui perusahaan stockpile batubara ini tidak memiliki izin, maka Pemkot Bandar Lampung wajib memberikan sanksi serius.
“Kalau tidak ada izin harus dilakukan tindakan sampai dengan penutupan. Atau ketika mereka sudah lama beroperasi dan tidak memiliki izin, maka bisa didenda juga,” tegasnya.
Analis Kebijakan Ahli Muda Bagian Sumber Daya Alam Setdakab Lamsel, Eddy Zulkarnain menjelaskan, pencemaran dari stockpile batubara dapat terjadi bila lahan tersebut dibangun tidak sesuai dengan aturan.
“Misal, batubara ditumpuk di lapangan terbuka tanpa ada atap ataupun alas. Saat hujan, batubara akan mengeluarkan senyawa seperti logam berat berbahaya dan ketika batubara tersebut tercuci dengan air hujan senyawa tersebut akan mengalir ke lahan sekitar (lahan pertanian dan sumur warga),” kata Eddy.
Eddy mengungkapkan, saat batubara dipanggang oleh sinar matahari akan terjadi proses swabakar. Hal ini membuat lahan di sekitar stockpile batubara akan menjadi lebih panas dibanding lokasi lainnya.
“Sehingga dapat merusak iklim mikro di sekitar lahan stockpile batubara. Pada saat proses penimbunan batubara, juga akan membuat debu batubara beterbangan. Jika cebu ini terhirup manusia akan menimbulkan penyakit pernapasan,” tegas Eddy.
Eddy mengatakan, sanksi yang bisa diberikan kepada pemilik stockpile batubara ilegal antara lain teguran, denda sampai penutupan jika terbukti ilegal.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, Emilia Kusumawati mengatakan, ada dua daerah di Lampung yang paling banyak berdiri stockpile batubara yaitu di Kabupaten Lampung Selatan dan Bandar Lampung.
Emilia menjelaskan, jika stockpile batubara dalam aktivitasnya menyerupai pergudangan baik indoor maupun outdoor, maka kewenangannya berada di daerah tempat bangunan tersebut berdiri.
“Jadi dimana perusahaan tersebut berdiri maka kewenangannya ada di daerah itu. Untuk izin mengikuti kriteria bangunan, baru akan tahu dia Amdal atau UKL-UPL,” katanya.
Emilia mengungkapkan, pengawasan stockpile batubara memerlukan penanganan secara khusus. Ia mengaku, sudah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait pengelolaan batubara ini.
Ia minta setiap lokasi stockpile dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah cair sehingga memenuhi baku mutu lingkungan yang aman untuk dapat dialirkan ke badan air permukaan.
“Sedangkan untuk mengurangi dampak debu yang dihasilkan, sangat perlu dilakukan penghijauan di sekitar areal stockpile batubara. Bupati/walikota berwenang melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan penundaan atau membatasi pemberian izin pendirian stockpile batubara, apabila sudah tercukupi kebutuhan batubara di wilayahnya.
“Ada sanksi yang bisa diberikan kepada perusahaan stockpile batubara yang terbukti melanggar peraturan. Yaitu teguran, paksaan untuk perbaikan, denda, pembekuan/penutupan sementara hingga pencabutan izin,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan kupastuntas.co, stockpile batubara tidak berizin atau ilegal marak tersebar di wilayah Bandar Lampung (Balam) dan Lampung Selatan (Lamsel). Saat ini, jumlah stockpile berizin di Balam hanya ada lima perusahaan, dan di Lamsel empat perusahaan.
Berdasarkan data dihimpun, saat ini hanya ada lima perusahaan yang memiliki usaha stockpile batubara berizin atau legal di Bandar Lampung. Diantaranya, PT Hasta Dwiyustama, PT Bumi Lampung Perkasa, PT Borneo Trade Energi, PT Bangun Tunas Lampung, dan PT Bangun Lampung Sentosa.
Di Kabupaten Lamsel, stockpile batubara yang sudah berizin adalah PT Sinar Langgeng Logistic di Desa Rangai, Kecamatan Katibung. Lalu, PT Tabara Nedy Energy, PT Surya Bukit Energy, dan PT Rindang Asia Energi di Kecamatan Tanjung Bintang.
Pantauan Kupas Tuntas di lapangan, masih ada beberapa stockpile batubara lain yang sudah beroperasi di luar lima perusahaan legal tersebut. Sesuai ketentuan, perusahaan harus sudah mengantongi izin Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) saat membuka stockpile batubara.
Penelusuran di lapangan, ada stockpile batubara terletak di tepi Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung. Pantauan di lokasi, tidak terdapat plang perusahaan di lokasi tersebut. Ada juga stockpile batubara milik PT Sumatera Bahtera Raya (SBR) yang berlokasi di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan. Bumi Waras, Bandar Lampung.
Selain itu, ada stockpile batubara milik PT Interglobal Omni Trade terletak di Jalan Ir. Sutami, Kelurahan Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lamsel, dan PT Sinar Laut Logistik di Dusun Pulau Pasir, Kelurahan Rangai Tritunggal, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lamsel.
“Yang selama ini tercatat memang ada lima perusahaan itu yang sudah mengantongi izin UKL-UPL di Bandar Lampung. Yakni PT Hasta Dwiyustama, PT Bumi Lampung Perkasa, PT Borneo Trade Energi, PT Bangun Tunas Lampung, dan PT Bangun Lampung Sentosa,” kata Sumber Kupas Tuntas di Pemkot Bandar Lampung, Minggu (19/2/2023).
Sumber ini mengatakan, diluar lima perusahaan stockpile batubara tersebut, belum ada lagi perusahaan yang mengurus izin UKL-UPL untuk bidang stockpile batubara. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Budiman P Mega saat dihubungi menolak berkomentar banyak terkait keberadaan stockpile batubara di Bandar Lampung. “Jumlahnya saya nggak tahu, nggak hapal,” ucap Budiman. (*)